The Smashing Machine
Film ini bukan action blockbuster biasa dari Dwayne “The Rock” Johnson—ini adalah biopik bawah kulit penuh luka dan darah.
Disutradarai oleh Benny Safdie, The Smashing Machine mengangkat kisah nyata Mark Kerr, pegulat MMA legendaris yang dikenal sebagai “The Smashing Machine”.
Film ini gabungin kekerasan fisik di ring + pertarungan mental di luar ring—cobalah bertahan melihatia tanpa merasa sedih.
Keunggulan Film Ini
-
Performa fisik & transformasi total The Rock
Johnson benar-benar ambil tantangan: makeup prostetik berat, tubuh dibentuk sesuai pegulat (fast-twitch neck & trapezius), suara & cara bicaranya dipelajari. Ia menjalani 3–4 jam makeup per hari agar wajah & penampilannya mendekati Kerr nyata.
Ini bukan cuma make up & bad-ass body, tapi ekspresi—dia ceremonial mengeluh, napas berat, tatapan dihantui. Banyak kritikus bilang ini salah satu akting paling mendalamnya. -
Sensasi menyaksikan sisi gelap ketenaran & kecanduan
Filmnya nggak takut tunjukkan bahwa kehidupan sewaktu di puncak bukan cuma gemerlap: banyak rasa sakit, ketergantungan pada obat pereda nyeri, depresi, konflik rumah tangga. Itu real, itu manusiawi, dan Safdie tidak “halusinasi-nya” terlalu berlebihan. -
Kesan festival & penerimaan kritikus
Film ini premier di Venice Film Festival, dapat standing ovation sekitar 15 menit, dan banyak pujian dari kritikus soal depth dan keberanian Johnson keluar dari zona nyaman.
Rotten Tomatoes menunjukkan rating Tomatometer ~72% dari banyak review; kritikus bisa bilang ada minus-nya, tapi secara keseluruhan dianggap “Generally Favorable.”
⚠️ Titik Lemahnya: Bukan Semua Bisa Diselamatkan oleh Luka
-
Plot terasa repetitif & pacing berat
Banyak ulasan menyebut bahwa fight scene & adegan latihan menyiksa kadang terlalu sering dan diselingi drama personal yang berulang-ulang. Ada momen-momen di mana film kayak “ngerem momentum” di luar ring. -
Karakter pendukung kurang berkembang
Misalnya Dawn, kekasih Mark (Emily Blunt) — aktingnya kuat, chemistry-nya terasa, tapi karakternya kadang terasa underwritten; kurang ruang untuk dia berkembang sendiri. Banyak kritikus mengatakan bahwa filmnya terlalu fokus ke Kerr saja, sehingga dampak emosionalnya kadang berat sebelah. -
Komersial vs Kritis: Box Office yang di bawah ekspektasi
Meskipun Johnson dipuji karena berani, film ini secara finansial tidak meledak seperti film-filmnya yang biasa. Pembukaan domestiknya ~ US$5.9−6 juta saja, yang jadi rekor “terendah” untuk kariernya sebagai aktor blockbuster.
Tapi ini juga sering dikasih konteks: film ini bukan dibuat sebagai blockbuster ringan, tapi sebagai karya yang lebih introspektif. Jadi kegagalan komersial nggak langsung berarti kualitas rendah.
Banyak yang bilang film ini “akhirnya The Rock keluar dari safety zone-nya”—nggak cuma ngebom, ngebom, tapi juga ngebom secara emosional.
Walaupun begitu terasa bahwa durasi & pace kadang ngedrop, bahwa “film olahraga + kecanduan” sudah sering dikisahkan.
Ada yang berharap agar ada kebaruan yang lebih tajam, bukan cuma variatif fight scene & drama rumah tangga.
Untuk penggemar The Rock: ini role-nya yang paling dipertaruhkan.
Skillnya diuji bukan oleh efek spesial atau stunt bombastis, tapi oleh seberapa dalam ia bisa tampil rentan dan raw.
Rating: 3.8 / 5
-
Akting The Rock: 4.5 — untuk transformasi fisik + emosional yang ia lakukan penuh komitmen.
-
Sutradara & Cerita: 4.0 — banyak adegan kuat & atmosfer yang mencekam, tapi ada beberapa bagian yang terasa berulang & pacing melambat.
-
Visual & Sound: 4.2 — makeup prostetik, footage MMA brutal, sound design yang bikin setiap pukulan terasa nyata.
-
Nilai Emosional & Tema: 4.5 — kecanduan, identitas, cinta yang meredam luka, dan menghadapi ketakutan sendiri.
Farah dan Nuty



































