Film “Turang”: Sebuah Karya Sinema Kiri yang Menggugah
Film “Turang” karya Bachtiar Siagian adalah sebuah karya sinema kiri yang hilang lama dan kini kembali ditemukan. Sinema kiri yang dimaksud disini adalah buah karya sebuah organisasi yang disebut sebagai LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Ini adalah organisasi kebudayaan sayap kiri yang didirikan pada 17 Agustus 1950.
Dapat dikatakan Lekra adalah sebuah organisasi seniman dan budayawan yang dibentuk dengan tujuan untuk mengembangkan kebudayaan yang berpihak pada rakyat dan mengabdi pada revolusi Indonesia.
Bachtian Siagian sendiri merupakan sutradara dan penulis skenario asal Indonesia yang memiliki kontribusi besar dalam dunia perfilman Indonesia. Ia dikenal karena karya-karyanya yang inovatif dan berani dalam menggambarkan realitas sosial dan politik pada masanya.
Terkait akan film “Turang”, keberhasilan dalam film ini adalah memenangkan Piala FFI sebagai Sutradara Terbaik pada tahun 1960. Film-filmnya dikenal oleh masyarakat dan seringkali menampilkan tema-tema sosial dan politik yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia pada saat itu.
Beberapa filmnya yang terkenal antara lain “Turang”, “Melati Sendja”, dan “Sekedjap Mata”. Ia juga bekerja sama dengan beberapa aktor dan aktris terkenal pada masanya, seperti Rima Melati, Mieke Widjaja, Nani Widjaya, dan Dicky Zulkarnaen.
Hingga saat ini hasil karyanya yang dapat ditonton kembali , barulah Turang dan Violetta . Pemutaran Turang telah berlangsung dengan sukses selama dua hari di program ELKAKA #3, hari Sabtu dan Minggu, 26 dan 27 April 2025 , dengan lokasi pemutaran Metro Cinema Kemang.
Karya ini merupakan sebuah kopi dari filmnya berhasil ditemukan di pusat arsip sebuah negara eks blok timur. Berkat usaha tak kenal lelah team korespondensi dan penelitian antara lain Bunga Siagian, pegiat film Hafiz dan juga Fafiz, yang juga sutradara film dokumenter Bachtiar.
Gaya dan Pengaruh
Bachtiar Siagian dikenal karena gaya penyutradaraannya yang inovatif dan berani. Ia seringkali menggunakan teknik-teknik sinematografi yang unik untuk menggambarkan realitas sosial dan politik pada masanya.
Film-filmnya juga seringkali menampilkan tema-tema yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia pada saat itu, seperti perjuangan kemerdekaan dan perubahan sosial.
Review Film Turang
Film ini menceritakan kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui perspektif orang biasa, khususnya komunitas Karo asli.
Dengan gaya neorealistis, film ini menggambarkan kehidupan sehari-hari penduduk desa, solidaritas mereka dengan pejuang kemerdekaan, dan kesulitan yang dihadapi akibat serangan tentara Belanda.
Jika dibandingkan dengan film dengan gaya neorealistis sekitar tahun pembuatan yang sama , seperti La Provinciale karya sutradara Italia Mario Soldati, maka terlihat bagaimana alur cerita yang ditampilkan sangat sederhana namun runtut teratur. Membuat penontonnya merasa bagaikan sedang membaca sebuah buku cerita.
Untuk adegan dalam film , terlihat juga menggunakan teknik pengambilan gambar tracking shot serta follow shot yang banyak ditemukan dalam La Provinciale. Penonton juga dibawa untuk lebih berempati pada penderitaan serta perubahan emosi dari karakter utama perempuannya.
Pembedanya adalah Bachtiar Siagian seringkali menggunakan teknik-teknik sinematografi yang unik untuk menggambarkan realitas sosial dan politik pada era tahun tersebut. Namun terkait wardrobe film ini, nampaknya masih perlu dilakukan komparasi dengan film-film lain dari Indonesia yang setipe.
Kesimpulan
Bachtiar Siagian telah meninggalkan warisan yang besar dalam dunia perfilman Indonesia. Film-filmnya masih diingat hingga hari ini dan terus dipelajari oleh para sineas muda. Ia juga telah membuka jalan bagi para sutradara dan penulis skenario lainnya untuk mengembangkan karir mereka dalam industri perfilman Indonesia.