Menonton film Friend Zone serasa menonton derita cinta yang menunggu untuk saling bertepuk
Film Friend Zone yang dahulu pada tahun 2019 pernah tayang di bioskop di Indonesia, kali ini dapat ditonton melalui Netflix.
Friend Zone sinopsisnya telah diedarkan melalui IMdB , yaitu menceritakan mengenai sebuah kondisi yaitu di dunia ini, ada banyak orang yang tampaknya terjebak di sepanjang hubungan yang berbatasan dengan ‘teman’ dan ‘kekasih’. Garis batas ini juga biasa dikenal sebagai Friend Zone (Zona Teman). Ini adalah area khusus bagi mereka yang terjebak di tengah di mana mereka tidak dapat benar-benar berteman dengan teman dekat mereka, atau maju menjadi kekasih teman mereka.
Diceritakan bahwa Palm (Naphat Siangsomboon) adalah salah satu orang yang terjebak di zona pertemanan dengan sahabatnya, Gink (Pimchanok Luevisadpaibul), selama 10 tahun. Selama sekolah menengah, dia mencoba melewati batas dengan mengakui perasaannya padanya. Tapi Gink menolaknya begitu saja, mengatakan bahwa “berteman saja sudah cukup.”
Sejak itu, Palm dan Gink semakin dekat sebagai sahabat sejati. Setiap kali Palm putus dengan salah satu dari pacarnya yang tak terhitung jumlahnya, Gink akan memarahinya, berbicara sedikit tentangnya.
Setiap kali Gink bertengkar dengan pacarnya, di mana pun dia berada di Myanmar, Malaysia, atau Hong Kong, maka yang harus dia lakukan hanyalah menelepon ke Palm, yang menggunakan fasilitasnya sebagai pramugara untuk mengejar penerbangan agar bisa bersamanya.
Mungkin, karena kebaikan hatinya yang berlebihan pula yang membuat Gink bermasalah dengan Ted (Jason Young) pacarnya.
Suatu hari, Gink tiba-tiba bertanya pada Palm, “Pernahkah Anda bertanya-tanya – bagaimana jika kita adalah pasangan?” Saat itu, percikan terbang dengan liar di dalam pikiran Palm, mengetahui bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan baginya untuk melewati batas. Meskipun begitu, Palm tidak tahu apakah meninggalkan Friend Zone kali ini akan menuntunnya ke awal kehidupan cinta romantisnya atau ke akhir persahabatannya dengan Gink untuk selamanya.
Kedua kali menonton film ini masih terasa serunya, terutama akting Pimchanok Luevisadpaibul, yang terasa semakin matang, jika dibandingkan perannya dahulu sebagai Nam dalam film First Love (A Little Thing Called Love) dan juga penampilannya yang kocak dalam film Raditya Dika (The Guys). Dalam film ini, ia mampu kembali menampilkan sisi jelek karakter yang dimainkannya dengan energi yang lebih kuat, kebimbangan yang bergejolak dalam dirinya, terlihat pada raut mukanya, walaupun sesekali masih nampak garis tawa muncul, jika adegan yang dilakukan memang dalam kondisi kocak. Namun secara keseluruhan, terlihat perkembangan aktingnya dari yang awalnya masih malu-malu , menjadi lebih matang. Kiranya jika terus menekuni akting, dalam beberapa tahun mendatang, akan lebih mampu memerankan karakter dalam genre lainnya.
Tema cerita ini memang tidak lekang oleh waktu, dan kali ini dengan lokasi yang berubah dengan tempo cepat dari satu negara ke negara lain, cukup pula memuaskan para penggemar traveling, karena mereka dapat bernostalgia saat adegan tertentu menyentuh perasaan , dengan berkunjung ke lokasi tempat adegan tersebut dipergunakan untuk syuting.
Kameramen pun cukup lihai mengambil sudut pandang tertentu yang akan meninggalkan kesan mendalam, ditambah alunan lagu yang sederhana dan mudah diingat.
Memang sayangnya lokasi di Indonesia yang tidak ditampilkan dalam film ini. Mengapa oh mengapa?
Saat menonton trailer ini, memang para gang “friend zone” , tentunya akan merasa terwakili nasib mereka oleh karakter Palm.
Susah kalau mau melangkah keluar dari zona yang telah ditetapkan secara sepihak oleh Gink , saat kondisi mentalnya sedang kacrut akibat ulah Bapaknya. Sehingga jika saat itu Palm menekankan bahwa perasaannya lebih dari sekadar teman saja, mereka berdua sama-sama tahu akan akhir kejadian berikutnya. Oleh karena itulah Palm berusaha menahan diri dan mengiyakan saja keinginan Gink. Hingga selama sepuluh tahun, kejadian itu ditahan dan akhirnya tiba saat titik kelanjutan dibukan oleh Gink, yang kembali dalam keadaan kacrut karena ulah pacar seriusnya Ted.
Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah lebih baik diawali sepuluh tahun lalu atau setelah sepuluh tahun berlalu.
Penulis cerita ini seolah memberikan jawaban dengan kalimat yang diucapkan oleh salah satu korban frind zone dalam geng friend zone, yaitu lebih baik menunggu sepuluh tahun, karena saat itulah emosi, pikiran telah menjadi lebih dewasa dan lebih memahami makna dari cinta.
Lagi pula bukankah menurut catatan sutradara Chayanop ‘Mu’ Boonprakob ada sebuah cuplikan kalimat yang menjadi dasar premis cerita ini yaitu
Ada garis tipis yang ditarik melintasi dua orang yang bersahabat.
Mereka memiliki perasaan satu sama lain, tetapi memilih untuk tidak melangkah lebih jauh. Mereka lebih suka menyimpannya status pertemanan, mengingat berteman itu cukup baik.
Psst : bagi yang ingin melihat penampilan kembali Pimchanok Luevisadpaibul dan Naphat Siangsomboon , tunggu di drama Sroi Sabunga yang direncanakan akan tayang tahun 2021 mendatang