Pembukaan
Film pembuka Bumi Langit Universe : Gundala resmi telah dilakukan dan langsung mendapat banyak perhatian dari kalangan perfilman dan pelaku industri kreatif. Bagaimana tidak, film Gundala dapat di ibaratkan merupakan salah satu film Indonesia yang membuka jalan bagi berkembangnya sektor pendukung dan pembangun industri kreatif.
Ini tidak saja berputar di sekitar dunia film, namun merambah ke suvenir, komik , dunia kreatif terkait lainnya , sebagaimana ditampilkan pertama kali dalam pemutaran perdana yang dilakukan di Epicentrum XXI pada tanggal 28 Agustus 2019.
Pemutaran film ini hanya diperuntukan bagi para undangan dan terlihat sangat ketat diberlakukan banyak pemeriksaan , serta dengan tegas melakukan penolakan bagi para tamu antusias yang tak dapat menunjukan undangannya.
Terlihat dalam ruang publik, banyak terdapat booth-booth yang berisi industri kreatif yang mendukung Bumi Langit Universe. Hal ini dikarenakan , karena dalam beberapa bulan sebelum pemutaran film Gundala, telah banyak dilakukan promo dan menyebar hingga lini masyarakat yang jarang bersentuhan dengan industri film.
Acara Car Free Day, jumpa fans dengan para pemain film Gundala, diskusi yang melibatkan komunitas hingga dunia pendidikan rutin dilakukan oleh Bumi Langit.
Antusias inipun terbangun semakin memuncak hingga hari pemutaran , dengan berharap pada tangan dingin Joko Anwar, namun tanpa ekspektasi apapun, film Gundala pun siap ditonton dan mendapatkan komentarnya dari segala penjuru.
Review :Awal yang meredup , namun tetap mengundang
Gundala menceritakan mengenai sebuah perjalanan hidup manusia dalam sebuah lini waktu yang penuh kekacauan , lengkap dengan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat, keluarga hingga pribadi seseorang. Dampak yang timbul, akibat pengalaman-pengalaman masa kecil, membentuk serta menjadikan karakter tertentu saat dewasa. Digambarkan pula, pada lini masa ini para tokoh masyarakat yang diharapkan melindungi rakyatnya, malah justru melakukan penindasan terhadap rakyat dengan mengatasnamakan rakyat. Haus kekuasaan, uang hingga ambisi pribadi menjadi nafas alur cerita dalam Gundala.
Kritik sosial sedalam ini, mengikuti perkembangan dan memberikan potret kehidupan nyata saat ini yang berlaku. Konon , Indonesia dalam kondisi sesuai lini waktu tersebut, sehingga alur cerita dalam film ini , tidak terasa membosankan bahkan terasa sangat dikenal , serta familiar .
Tokoh sentral dalam cerita ini, Sancaka berulang kali mengalami perjalanan hidup yang pahit yang menyebabkan dirinya (seolah) terlibat konflik bathin, namun sebenarnya itu hanya merupakan salah satu potret dari lini waktu yang penuh kekacauan tersebut. Di depan akan ada tanggung jawab yang harus dipikul dan hanya dapat dilakukan oleh dirinya sendiri, sayangnya (seolah) Sancaka tidak mengetahui.
Dalam perjalanan cerita, alur cerita yang menarik ini, perlahan seolah meredup. Hal ini, bisa jadi merupakan salah satu strategi dari Joko Anwar dalam menerjemahkan karya Hasmi sesuai tuntutan pengembangan Bumi Langit Universe , atau karena terlalu padatnya karakter yang dimunculkan. Penonton seolah dipadati dengan banyak kemungkinan dan diharapkan memahami dalam sekali penglihatan , tanpa perlu memperdulikan banyaknya lompatan waktu yang hanya bisa dijawab dalam film lanjutannya.
Warna sangat berperan dalam film ini, dan dalam beberapa hal, mewakili pesan yang diberikan dalam lini waktu ini, namun saat itu digabungkan dengan obrolan yang diharapkan menjadi pemecah tawa ataupun senyum. Malah membuat kesan aneh dan tidak pas. Terasa ada kejanggalan dan sedikit pemaksaan karakter.
Dengan tema patriot, tentunya diharapkan ada kekuatan dalam setiap gerakan perkelahian antara pihak yang baik dengan pihak yang jahat. namun sayangnya, kurang begitu terasa dan terkesan tanggung. Bagi penonton yang mengharapkan banyak aksi kekerasan, juga bisa jadi merasa ambigu, di antara mendefinisikan suatu gerakan sebagai seni atau penjabaran adegan kekerasan.
Pelipur lara yang amt tinggi, hanyalah pada suar yang dihasilkan , namun sayangnya terbatas hanya bagi bioskop yang memiliki teknologi pendukungnya. Apabila tidak mempunyai, maka penekanan pada suara menjadi berkurang dan tidak mendapatkan hasil yang diharapkan.
Kesimpulan , ada beberapa hal yang menjadi perhatian sehabis film Gundala selesai ditonton, yaitu:
- Adegan perkelahian dan kekerasan yang ditampilkan cenderung halus dan banyak memuat simbol yang hanya dapat difahami oleh penonton yang juga telah mengikuti dan memahami alur cerita Gundala versi komik karya Hasmi
- Tampilan warna dalam film , diibaratkan mewakili dunia yang rapuh, kelam dengan penekanan alasan perlunya diperlukan patriot di lini masa waktu yang diseting oleh Bumi Langit . Namun entah mengapa, kurang begitu menggigit dan memberikan efek yang diharapkan.
- Suara yang dihasilkan amat bagus, disesuaikan dengan beberapa bioskop yang memiliki teknologi dolby atmos.
- Gundala , sebagai film pembuka cukup memberikan banyak teaser , akan munculnya para tokoh – tokoh dari Bumi Langit Universe.
Adapun kehadiran film-film selanjutnya yang membahas mengenai Bumi Langit Universe selanjutnya, selain didukung oleh aktor dan aktris yang memerankannya, tentunya diharapkan lebih baik lagi dari film Gundala sebagai pembuka jalan.
Sebagai penutup, film Gundala sebagi pembuka sangat menarik di awal, namun setelah beberapa waktu menonton , antusias menjadi semakin meredup dan alur cerita hanya menarik dan semestinya hanya akan dapat difahami oleh penonton yang membaca pula komiknya atau mengetahui jalan ceritanya.
Kehadiran tokoh-tokoh super hero Indonesia dalam beragam lini waktu ini, sangatlah perlu dukungan dari segala lapisan masyarakat, namun diharapkan tetap pada jati diri , menonjolkan budaya lokal Indonesia , tanpa terpengaruh dampak internasional tokoh-tokoh super hero dari negara di luar Indonesia.
(cinemags/nutylaraswaty)